Arsip untuk Desember, 2020

Batu-Batu dalam Tubuhku

Posted: Desember 23, 2020 in kesehatan

“Ages just number“, melegakan kalau memang demikian. Dalam kenyataannya fungsi tubuh kita banyak mengalami degradasi karena usia. Sendi lutut yang mulai berkeriut saat naik turun tangga. Badan yang gampang letih untuk kegiatan fisik. Ingatan yang mulai pendek bikin frustasi untuk mengingat sesuatu detil yang penting. Belum termasuk organ-organ di dalam yang pasti sudah mulai obsolence.

55 is my number, sudah mulai bermunculan tanda degradasi, walaupun ngga mau diakui secara langsung, tapi nyata ada, yang menyebabkan bolak balik sowan dokter, bahkan pernah subuh-subuh terpaksa ke ugd karena tensi yang tiba-tiba mengamuk entah kenapa. Akhirnya disarankan dokter harus minum obat penurun tensi secara reguler.

3 bulan terakhir ini malah muncul anyang-anyangan, istilah dalam bahasa jawa, akhirnya aku sowan lagi ke internis dengan diagnosa ada batu ginjal kiri kanan walaupun kecil dan disarankan untuk USG abdomen untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Ternyata malah ketemu penyakit lain lagi yang lebih parah, batu di kandung empedu yang sudah kelihatan mulai benjol-benjol di kulit kandung empedu, ngeriiih. Dokter radiologi sih yakin aku bakal dioperasi, karena jumlah batu yang lebih dari 5 walaupun ukurannya kecil. Sebelum ketemu internist lagi, aku konsul dengan adik iparku di Jogja dan dia menawarkan untuk laparaskopi di rumah sakitnya di Jogja, tapi aku belum mengiyakan, pengen ketemu internisku dulu. Tapi adikku itu sudah menginstruksikan supaya aku cityscan perut untuk persiapan operasi. Ketika ketemu internist, ternyata dia tidak menyarankan operasi, masih bisa dihancurkan dengan minum obat, kita lihat lagi perkembangan sebulan kemudian. Aku jadi gembira, ternyata tidak perlu operasi, lega deh, tapi tetap mau jalan-jalan ke jogja, nengok adikku yang lagi pengobatan CAnya yang kedua, mumpung lagi liburan menjelang Natal. Ngobrol dengan teman-teman ada yang menyarankan pakai pengobatan tradisional, tapi aku tidak terlalu yakin dengan cara ini. Pernah ada senior di kantor yang mencoba cara tradisional, ternyata batu tetap bertambah banyak dan sampai merusak pankreasnya, akhirnya dioperasi juga, dan perawatannya lebih lama.

Perjalanan Bekasi Jogja terasa menyenangkan setelah hampir setahun tidak melakukan perjalanan jauh karena wabah covid-19. Perjalanan inipun kami ekstra hati-hati, bekal makanan dalam perjalanan sudah disiapkan dari rumah, sehingga tidak perlu beli makanan apapun di rest area. Jalanan relatif lancar, sehingga walaupun berhenti 3x, dalam waktu 8 jam kami sudah sampai di tujuan, disana sudah menunggu adikku dan dia langsung memutuskan aku tetap harus operasi, wadauw, malam itu aku tidak bisa tidur lelap dan sudah mulai puasa persiapan operasi.

Jam 7 pagi kami sudah sampai di RS, dan langsung persiapan cityscan yang pertama, lanjut rongent paru, tes allergic dan swab antigen. Dan tentu saja pemasangan jarum infus yang selalu bikin horor karena pembuluh darahku yang katanya terlalu halus, ternyata kali ini berjalan lancar berkat paramedis senior yang bertugas, sekali tusuk langsung jos. Jam 10.30 masuk ruang tunggu operasi, disitu sudah penuh berisi orang yang akan operasi dan yang baru selesai operasi, ada sekitar 5 tempat tidur yang terisi. Ada suster yang menepuk-nepuk pipi salah seorang pasien sambil bilang ‘ bu, napasnya yang enak ya’ terus mengecek aliran oksigen dari tabungnya…. duh.

Setelah giliran satu orang masuk dan keluar ruang operasi, akhirnya tempat tidurku didorong masuk ke ruang operasi. Walaupun ini ketiga kalinya aku masuk ruang operasi, tetap saja terasa ciut nih hati melihat lampu-lampu besar di atas kepala, suara mesin- mesin bip bip bip bip. Belum lagi ACnya yang super dingin, menembus baju operasiku yang berwarna hijau tipis cuma menutupi bagian depan tubuh. Terasa gigiku mulai gemeletuk dan Puji Tuhan, aku mendengar suara familiar adikku yang menyempatkan diri masuk ruang operasi untuk menenangkanku. Dokter anastesi mengajak ngobrol sedikit sambil memasang berongsong (?) oksigen depan hidungku, terasa segar dan menenangkan dan tiba-tiba aku terbangun sudah di ruang perawatan, itu sekitar jam 12 an, berarti operasi sudah selesai. Walaupun perut terasa nyeri, tapi bekas luka laparaskopi 3 lubang tidak terlalu terasa. Ternyata kali ini painkiller terpasang sepanjang waktu di lubang infus dan sehari dua kali diinfus antibiotik. Dunia kedokteran semakin maju, operasi bisa terasa makin nyaman walaupun tetap mengerikan.

Untung nurut untuk dioperasi, batunya ada yang sebesar jempol tangan… astaga. Kalo batu sebesar itu tidak bisa dihancurkan walaupun dengan obat sekarung.

Menurut hasil usg di jakarta kan paling besar cuma 4 mm, malah batu ginjalpun tidak kelihatan dari hasil cityscan. Aku gak suka menyalahkan dokter, karena dia kan membaca hasil dari alat yang ternyata gagal menunjukkan kondisi yang nyata. Padahal biaya cityscan yang lebih akurat hasilnya ternyata sangat mahal, 4,7 juta untuk jenis yang aku jalanin. Alangkah mahalnya biaya kesehatan yang bagus, yang cuma bisa dicover oleh asuransi kesehatan yang premium. Yang paling bagus adalah menjaga kesehatan dengan gaya hidup sehat, inipun bukan murah lho, harga buah-buahan sehat berkali-kali lipat dari harga gorengan yang enak dan murah tapi tidak sehat. Mencari makan siang sehat di kantorpun tidak mudah, sementara masak sendiri untuk bawa bekal ke kantor sangat merepotkan…(sigh). Satu lagi yang gak boleh diabaikan, setiap sinyal yang dimunculkan tubuh pasti ada artinya… jangan diabaikan.

Menyambut Natal 2020 dengan perut masih di perban🎄🎄🎄